Artikel
Double Track System Dalam Hukum Pidana di Indonesia
Published
4 tahun agoon
By
admin
PALEMBANG – Hukum pidana modern mengenal adanya dua pengenaan sanksi atau yang biasa dikenal dengan sebutan “Double track system” yang terdiri dari sanksi pidana dan sanksi tindakan.
Sanksi pidana atau yang sering dikenal dengan sebutan “straafstelsel” merupakan sanksi yang bentuk pengenaannya diatur dalam KUHP (Kitab Undang-Undang Hukum Pidana) dan Undang-Undang Diluar KUHP, yang pada pasal 10 KUHP terdiri dari sanksi pidana pokok dan sanksi pidana tambahan.
Sedangkan sanksi tindakan atau yang dikenal dengan sebutan “Maatregelstelsel” merupakan bentuk sanksi lain diluar sanksi pidana yang pengenaannya tidak terdapat dalam KUHP, melainkan terdapat pada Undang-Undang khusus seperti Undang-Undang Pengadilan Anak.
Jika dilihat dari segi teori tujuan pemidanaan, sanksi pidana merupakan bagian dari teori tujuan pidana absolut. Pengenaan sanksi pidana bertujuan untuk memberikan penderitaan (nestapa) kepada pelaku tindak pidana agar mendapatkan efek jera untuk melakukan tindak pidana. Berbeda dengan sanksi tindakan yang merupakan bagian dari tujuan pidana relatif yang lebih bersifat mendidik dan melindungi masyarakat dan lebih bersifat preventif, yaitu menjadi suatu pencegahan agar seseorang tidak melakukan tindak pidana.
Sebagai contoh, penulis mengambil salah satu Undang-Undang yang terdapat sanksi pidana dan sanksi tindakan yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Dalam pasal 71 UU SPPA (Sistem Peradilan Pidana Anak) tersebut diatur tentang sanksi pidana yang dapat dikenakan dengan syarat memenuhi unsur pasal 69 ayat (2) UU SPPA tersebut.
Bentuk dari pengenaan sanksi pidana dalam Undang-Undang tersebut terdiri dari pidana pokok dan pidana tambahan. Selain sanksi pidana, Undang-Undang tersebut juga terdapat sanksi tindakan seperti yang tedapat pada pasal 82 UU SPPA tersebut.
Sanksi tindakan tersebut antara lain pengembalian kepada orang tua/wali, penyerahan kepada seseorang, perawatan di rumah sakit jiwa, perawatan di LPKS (Lembaga Penyelenggaraan Kesejahteraan Sosial), kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta, pencabutan surat izin mengemudi dan atau perbaikan akibat tindak pidana.
Sekian rumusan tentang perbedaan antara sanksi pidana dan sanksi tindakan, serta contoh dari masing-masing sanksi yang terdapat dalam hukum positif Indonesia. (*)
Penulis: Arraeya Arrineki Athallah (Mahasiswa Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sriwijaya (Unsri) Semester VII)

You may like
Dirjen HAM: KUHP Baru Mengenai Kohabitasi Dalam Hak Asasi Manusia
Begini Isi RUU KUHP yang Baru Disahkan Pemerintah!
Gubernur Bali soal KUHP, Jamin Privasi Wisatawan
Komnas HAM akan Kawal Penerapan KUHP agar Tak Melanggar HAM
Menparekraf Minta Wisatawan Mancanegara Tidak Ragu Berkunjung ke Indonesia
DPR Resmi Sahkan RKUHP Jadi Undang-undang
Pos-pos Terbaru
- Ratusan Massa AMP Kota Palembang Desak Parkside’s Hotel Ditutup
- Jelang Musorkab 2025, Dua Kandidat Daftarkan Diri Sebagai Bacalon Ketua KONI Karawang
- Kantongi 32 Dukungan Cabor, Arnold Silalahi Siap Maju Sebagai Ketua KONI Karawang
- Wakil Menteri BUMN Resmikan Kebun Riset Kujang Kampioen di Karawang
- Mengabdi ke Desa, Menginspirasi Dunia: Unsika Tutup KKN Gelombang II


