Connect with us

Regional

Momentum HSN 22 Oktober 2020, Sekda Acep Dongeng Sejarah Santri Karawang

Published

on

KARAWANG – Usai memperingati Hari Santri Nasional (HSN) pada tanggal 22 Oktober 2020 secara virtual bersama Pj. Bupati Karawang dan Ormas Islam, Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Karawang, Acep Jamhuri, menceritakan secara singkat sejarah Santri di Kota Karawang.

Sekda Acep mengungkapkan, jika eksistensi Santri dengan Kota Pangkal Perjuangan ini tidak dipisahkan secara historis.

“Kalau berbicara santri dengan Kota Karawang, tidak bisa dipisahkan, karena pertama kali adanya Pondok Pesantren, keberadaan santri, serta adanya tempat pengajaran Pondok Pesantren itu di Karawang. Tepatnya di sekitar Pelabuhan Sunda Pura atau sekarang itu Mesjid Agung Karawang,” ujar Acep.

Bahkan, lanjut Acep, Guru atau Kyai-nya itu adalah Syeikh Hasanudin bin Yusuf Shidiq atau Syeikh Quro. Selain memiliki banyak santri, terdapat kisah salahsatu Santriwati Syeikh Quro yang yang menjadi cacatan sejarah, yaitu Nyimas Subanglarang, istri Raja Padjajaran, Sri Baduga Maharaja. “Awalnya disitulah Nyimas Subanglarang belajar mengaji, belajar baca tulis Al-qur’an, belajara Fiqih dan Ilmu Agama Islam lainnya. Sampai-sampai Prabu Siliwangi terpikat oleh salahsatu Santriwati Syeikh Quro tersebut,” paparnya.

Acep menambahkan, bahwa tempat yang menjadi saksi pertemuan antara Nyimas Subanglarang dengan Prabu Siliwangi, yakni Masjid Sukapura atau Masjid Agung Karawang.

“Tempat nyantrinya di Masjid Sukapura dan kemudian Sultan Agung memberikan nama masjid itu Masjid Agung yang sekarang menjadi Masjid Agung Karawang, hingga akhirnya menyebarlah santri-santri di pelosok daerah seperti di Karawang dan sebagainya,” terangnya.

Masih Acep menambahkan, karenanya perjalanan Para Santri di Karawang harus terus dikembangkan. Terlebih Kementrian Agama Kabupaten Karawang berencana untuk menjadikan Karawang sebagai Kota Santri. “Kita akan dukung itu, karena ada historisnya dan kita punya sejarah Kyai-kyai dulu,” jelasnya.

Sambung masih Acep menambahkan, seperti diketahui menurut histori dahulu jika disebelah Selatan Karawang di era penjajahan Belanda, ada Kyai Masduk. Beliau dikenal disegani sampai Orang Belanda kalau bertemu dengan kyai Masduk, berebut ingin mendapatkan air bekas Kyai Masduk.

“Kemudian masih banyak lagi Kyai-kyai selanjutannya, sampai ada Pesantren di Cigentis yang tergerus sekarang pindah ke Bogor. Dan Alhamdulillah sekarang sudah berkembang, di sebelah Utara Karawang seperti Pesantren Tahfidz, Pesantren di Rawamerta, di Tempuran, Cilamaya dan lainnya. Mudah-mudahan kedepannya seiring kemajuan jaman, Pesantren di Karawang lebih berkembang lagi,” tandasnya. (cho)